Selasa, 20 Maret 2012

BUDAYA PESTA YANG ADA DI PULAU MADURA


Pulau Madura adalah pulau kecil yang memiliki berbagai macam kebudayaan dan tradisi yang sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia . salah satunya adalah tradisi “Aremoh” yang berarti “Hajatan/Perayaan”.”Aremoh” memiliki tujuan untuk merauk keuntungan/mendapatkan kembali apa yang telah diberikan kepada semua orang yang telah diundang,seperti sesuatu dibalik amplop (selembar uang) yang jumlahnya lumayan untuk mengganti bahan pokok yang telah terpakai untuk hajatan,ada pula yang menggantinya dengan beras,gula, dan telur.itu semua tidak hanya diterima begitu saja melainkan dicatat di dalam buku pribadi yang nantinya akan menjadi hutang bagi pemilik hajatan kepada orang yang diundang . sehingga pemilik hajatan harus membayar sama seperti apa yang diperolehnya. Perayaan  ini biasa terjadi pada saat dilangsungkannya acara pertunangan,pernikahan dan khitanan . sebagai symbol mereka bersyukur kepada sang Pencipta bahwa mereka dapat melaksanakan perintah-Nya . dan didalam pernikahan “Aremoh” biasa dirayakan oleh mempelai wanita, hanya saja dari semua ini bergantung pada  niat dari masing – masing individu saat memberi sesuatu atau pada saat mengadakan sesuatu itu berbeda – beda, sehingga disebutlah hutang yang harus dibayar.
Perayaan lain yang menjadi tradisi di Madura adalah “tok-otok”,tradisi ini memiliki sedikit perbedaan dengan “Aremoh”, didalam “Aremoh” para undangan diberi makan, lain halnya dalam tradisi ini,para undangan hanya duduk mendengarkan musik dan diberi cemilan kacang sangrai dan jagung goring . persamaannya adalah sama – sama menginginkan keuntungan dari semua warga yang ikut serta hanya saja dalam acara “tok–otok” ini lebih menginginkan keuntungan yang besar dibandingkan “Aremoh”. Persamannya adalah . dalam acara ini kebanyakan diantara orang – orang yang datang memainkan permainan kartu , minum – minuman beralkohol,atau sekedar ikut memeriahkan dengan segelas kopi  hingga menjelang subuh .
Aremoh” ini terjadi karena kebiasaan masyarakat Madura yang menganggap bahwa dirinya pernah memiliki hutang kepada tuan rumah yang mengadakan hajatan . dimana para tetangga / orang – orang yang mengenalinya akan membawa sesuatu yang akan dibayar jika si pemberi juga mengadakan hajatan . hal ini juga terjadi karena keinginan meraih keuntungan yang lebih besar atau mengembalikan modal awal tuan rumah (penyelenggara hajatan) pada saat merayakannya.
Faktor lainnya adalah ingin berkumpulnya bersama mendatangkan sanak saudara yang jauh disana (silaturrahmi) dan para tetangga – tetangga dekat sehingga mereka sungkan jika tidak membawa sesuatu untuk pemilik hajatan.
Karna ini sudah menjadi tradisi maka,sangat sulit untuk merubahnya.
*  Memberikan tambahan pemberitahuan di bawah undangan bahwa, tidak menerima  sumbangan apapun.
*     Menjalani hidup berpedoman dengan Al-Qur’an dan Hadist
   Melakukan segala sesuatunya hanya untuk mendapatkan Ridha Allah S.W.T

Madura Dalam Incaran Narkoba


Kebanyakan muda-muda
belasan tahun dan
dua puluh tahunan itu mayat.
Mayat-mayat anak bangsa yang dicengkeram madat.
Mayat-mayat yang berdiri bergoyang dari saat ke saat
Mereka masih hidup tapi sudah mayat.
Di cengkeram madat
Heroin, kokain, sabu, ekstasi
Marijuana cair, serbuk dan padat.
Yang disebarkan oleh Bandar-bandar amat keparat
yang dimodali cukong-cukong betapa laknat
Yang dibekingi orang-orang bersenjata dan berpangkat.
….
Taufik Ismail, 2003 


Beberapa bait puisi karya Taufik Ismail berjudul “Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat” ini telah menjadi gambaran betapa kini pemuda bangsa tengah  menghadapi ujian besar yakni perang terhadap penyalahgunaan narkoba. Ironis memang, negara penganut adat ketimuran dan mayoritas Islam ini harus menggadaikan moralitas bangsa demi barang haram dan laknat tersebut.  
Pemandangan yang tidak lagi asing bagi kita. Berbagai media massa di tanah air, hampir setiap hari, setiap jam,  penonton dan pembaca surat kabar  disuguhkan kabar tentang penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba kini merambah pada semua lapisan masyarakat. Ini tidak hanya terjadi sesekali di satu tempat saja, tetapi beberapa kali dan pada banyak tempat dengan berbagai macam kasus.
Kita semestinya merasa prihatin, mengingat : a) kejadian dan jumlah kasus yang terus meningkat dari hari ke hari. Kasusnya seperti gunung es yang mencuat di atas permukaan laut. Sedang bagian terbesar  di bawahnya tidak tampak. Ada kemungkinan, jika yang terdata satu kasus, maka yang terjadi sebenarnya adalah sepuluh kasus, b) Tingginya angka kekambuhan dan angka kematian akibat bahaya penyakit menular hepatitis B dan C serta HIV/AIDS baik yang dilakukan lewat kegiatan seks bebas setelah menggunakan narkoba maupun lewat penyalahgunaan narkoba lewat jarum suntik, dan c) Besarnya kerugian sosial-ekonomi yang harus ditanggung. Pecandu atau pun pengedar berusaha mencari narkoba yang dibutuhkan dengan cara apapun misalnya berbohong, menjual barang-barang milik pribadi ataupun keluarga, merampok dsb. Belum lagi biaya perawatan yang yang harus ditanggung keluarga. Negara pun ikut mengeluarkan biaya besar untuk menanggulangi masalah itu serta menyediakan sarana dan prasarananya (Martono dan Joewana, 2006:2).
Betapa miris, pada beberapa bulan yang lalu secara bertubi-tubi kecelakaan transportasi terjadi di berbagai daerah. Betapa mengejutkan alasan terjadinya kecelakaan disebabkan pengemudi dalam pengaruh narkoba. Puluhan nyawa akhirnya melayang sia-sia.
Artis dan selebriti pun dikabarkan banyak sebagai pelakunya. Bahkan artis yang mendunia, Whitney Houston harus meregang nyawa karena narkoba. Lebih mengejutkan lagi dunia kedirgantaraan Indonesia tengah dicoreng-moreng kelakuan beberapa pilot yang dinyatakan positif sebagai pengguna narkoba. Salah satu transportasi yang semakin digandrungi masyarakat sebab efisien waktu ini, kini mengundang ketakutan publik sebagai penggunanya. Polisi sebagai Abdi Masyarakat pun  ikut dalam lingkaran setan ini. Tidak jarang diberitakan beberapa anggota Polri terjerat sanksi karena positif sebagai pengguna narkoba. PNS, pelajar, pemain sepak bola, perangkat-perangkat desa, dan masyarakat awam pun, beberapa dari  mereka kini tengah dalam jeratan narkoba.
Lebih ironis lagi, tidak hanya di kota-kota besar, kota kecil bahkan desa terpencil pun kini tidak luput dari sasaran peredaran narkoba. Tidak hanya kota dengan sebutan metropolitan, bahkan kota yang lekat dengan sebutan kota santri pun, seperti Madura - Jawa Timur kini angka kasusnya semakin tinggi.
Kondisi Madura dengan jembatan Suramadu yang membentang antara Surabaya dan Madura selain memberikan perbaikan perekonomian rakyat Madura, ternyata memberi peluang besar  pula pada mobilitas peredaran narkoba. Kota dengan banyak pondok pesantren dan kiai ini, ditengarai sebagai pasar alternatif pemasaran narkoba. Indikasi ini cukup kuat sebab semakin banyak pengguna, pengedar di Madura yang semakin banyak dan menjangkiti semua kalangan masyarakat.  Kasusnya kini mulai melibatkan oknum pelajar dan kepala desa. Misalnya, oknum Kades di Kabupaten Pamekasan, tersangkut hukum karena menyimpan narkoba jenis sabu-sabu di rumahnya (Suluh, 2011:40).  
Belum lama ini, Polres Bangkalan menangkap pemuda yang masih berusia 20-21 di daerahnya karena menjadi kurir narkoba dengan barang bukti sabu-sabu. Pada 9 Maret 2012 yang lalu polisi telah menangkap bandar narkoba di daerah burneh yang diindikasi menjadi daerah sasaran penyebaran sabu-sabu. Polisi Bangkalan pun telah menangkap para sopir truk yang tengah asyik mengonsumsi sabu-sabu di tempat kosnya di desa Socah. Di luar pelajar, pemuda, dan oknum Kades, oknum PNS pun ditengarai terlibat narkoba. Oknum di salah satu instansi vertikal ini juga diduga kuat mengedarkan narkoba di Madura. Oknum polisi yang harusnya memberantas peredaran narkoba, malah menjadi pemakainya. Pada tanggal 9 Maret 2012 ini Polres Bangkalan melakukan sidang disiplin pada kelima anggotanya yang dinyatakan positif memakai narkoba (Radar Madura, 10 Maret 2012).  
Di Sumenep, peredaran narkoba cukup tinggi. Pengguna yang tertangkap polisi di tahun 2011 mencapai 36. Jika dibuat rata-rata, setiap satu bulan terdapat 4 pengguna yang meringkuk di rutan. Angka tersebut tercatat  teringgi di Madura. Dari 444 kabupaten di Indonesia, Sumenep rangking 15, dari segi penggunanya (Suluh, 2011:40). 
Dibanding tiga kabupaten di Madura, Pamekasan tergolong lebih rawan. Sebab, Lapas narkotika berada di kota Gerbang Salam tersebut. Di sinilah nampaknya konspirasi peredaran narkoba terselubung berlangsung dengan rapi dari balik jeruji. Terlebih lagi, pelaku eks penjara bukan malah sembuh setelah keluar dari penjara, tetapi malah kambuh bahkan menjadi semakin menggila.
Hal ini tidak hanya memberikan kerugian kepada para pemakainya. Masyarakat juga merasakan dampaknya. Meningkatnya kasus narkoba meningkatkan pula angka kasus kejahatan baik pencurian, pemerkosaan, perampokan dsb di pulau garam ini. Tidak sedikit kejahatan yang terjadi di beberapa daerah di Madura adalah akibat mengonsumsi narkoba. Pencuri sepeda motor, yang marak terjadi di Madura, kebanyakan pelakunya mengaku berani melakukan karena mengonsumsi narkoba sebelum melakukan aksinya, maling yang menyatroni rumah incarannya dan berhasil menggasak harta pemiliknya adalah akibat mengonsumsi narkoba. Pelajar bersama teman-temannya memerkosa teman gadisnya akibat berpesta narkoba, dan berbagai kasus kejahatan yang terjadi karena narkoba. Sungguh ironis!   
Beberapa faktor penyebab seorang rawan terhadap kecanduan narkoba diantaranya: keyakinan adiktif, yang mendorong perasaan bahwa seseorang merasa tidak mampu  meyakinkan perasaan, kepribadian, dan perilakunya sehari-hari.  Kepribadian adiktif , memiliki ciri terobsesi pada diri sendiri, kurangnya jati diri, tidak mampu mengendalikan kemarahan, depresi, senang berkhayal dsb. Ketidakmampuan menghadapi masalah,terkadang seseorang lebih suka mencari penyelesaian masalah saat itu juga, yang dapat langsung memuaskan keinginan. Tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, sosial dan spiritual, keyakinan-keyakinan salah dan keliru, timbul cemas, kesepian, depresi, yang memicu mencari kepuasan, pelampiasan, dan rasa nyaman hanya dengan mengonsums narkoba. Kurangnya dukungan sosial. Tanpa dukungan dari keluarga, masyarakat, sekolah, menyebabkan orang mencari penyelesaian pada narkoba atau pengubah suasana hati lain (Martono dan Joewana, 2006:2).
Berbicara masalah narkoba di Madura adalah masalah yang semakin pelik saja. Keluar masuknya warga,  baik dari dan keluar Madura dengan mudah membawa pergaulan berbasis narkoba adalah penyebabnya. Hal diperparah lagi karena tidak diimbangi dengan pemahaman  masyarakat Madura terhadap jenis narkoba dan bahayanya. Masyarakat Madura yang sengaja atau kebetulan pulang dari perantauan yang dianggap telah sukses, dengan mudah memberikan pengenalan  macam dan cara penggunaan narkoba kepada para pemuda walaupun pada awalnya dengan cuma-cuma. Tawaran memang bermula dari merokok, ganja dan minuman keras. Jarang orang langsung menawarkan ekstasi, sabu, atau heroin pada pemakai pemula. Ditambah keingintahuan dan keinginannya untuk mencoba, remaja enggan menolak dan mau menerima tawaran itu. Apalagi gratis.
Jaringan narkoba pun mulai menguat baik dari kalangan pelajar, pemuda, oknum kades bahkan PNS. Tidak tegaknya kontrol dari pihak terkait memicu peredaran narkoba semakin menjadi, bahkan ada dugaan jaringan narkoba kini melibatkan oknum penegak hukum yang ujung-ujungnya berakhir di uang.Hukuman yang diberikan pun dirasa belum memberikan efek jera.  Hal ini dibuktikan dengan hanya dijeratnya para pengedar kecil dan pemakai saja oleh polisi. Sedangkan bandar mana ada yang tertangkap. Vonis yang diberikan pun relatif  ringan, sehingga kurang memberikan efek jera. Seperti vonis oknum polisi cs Bangkalan yang hanya diganjar 18 bulan dan rehabilitasi, sementara di Pamekasan, pemuda divonis 4 tahun penjara dengan kasus yang sama (Mulyadi, 2012:4).   
Meski demikian kenyataannya, seluruh elemen masyarakat Madura hendaknya merasa optimis kejahatan narkoba ini bisa ditanggulangi. Semua lapisan masyarakat  harus mempunyai keinginan besar dengan melakukan:  
a.  Pencegahan dengan cara tidak mencoba-coba menggunakan narkoba. Memang, bukan suatu hal  yang mudah hanya dengan mengatakan “tidak” pada narkoba. Keterampilan menolak tawaran narkoba harus diajarkan sejak dini. Berikan keterampilan khusus menolak tawaran pada narkoba, karena menolak tawaran dan berkata tidak pada narkoba tentu saja tidak semudah yang dikatakan dalam slogan.
b.  Senantiasa meningkatkan kewaspadaan mengingat penawaran bisa terjadi di mana saja, bisa di kantin, kantor, di jalan, rumah teman, mall, dan tempat lain yang ada kalanya sudah akrab dengan kita. Orang yang menawarkan narkoba belum tentu tampak mencurigakan, dengan seorang pecandu yang berbadan kurus dan kumal, jarang mandi, dan berbicara kotor, atau pengedar dan bandar yang bertampang jahat. Terkadang mereka adalah teman sendiri, mungkin juga sekantor, atau atasan dan bawahan, dengan pakaian biasa, normal, bahkan tergolong orang ‘baik-baik’ dan bahkan tampan juga cantik.
c. Kiranya segera melakukan rehabilitasi bagi masyarakat yang telah terjangkiti narkoba,. Undang-undang telah menyebutkan bahwa penyalah guna narkoba wajib mengikuti rehabilitasi. Diharapkan dengan mengikuti rehabilitasi, angka korban penyalahgunaan narkoba bisa berkurang. Rehabilitasi bisa dilakukan di rumah sakit, pondok pesantren dan juga panti rehabilitasi yang telah ditunjuk pemerintah. Dengan adanya rehabilitasi tersebut, dari tahun ke tahun pengguna di Jawa Timur mengalami penurunan. Pada tahun 2010 ada sebanyak 1.400-an, dan di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 700-an. Rehabilitasi rata-rata berlangsung satu tahun ( MImbar, Maret 2012).
d. Penegakan hukum secara adil bagi siapa pun yang melakukan hal penyalahgunaan narkoba oleh  penegak hukum, Pemberian hukuman yang seberat-beratnya adalah harapan kita supaya ada efek jera yang dirasakan pelaku. Pun juga tidak ada tebang pilih dalam usaha penegakan hukum. Yang bersalah siapa pun dia, wajib menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
e.  Bagi pemerintah, kiranya dapat memberikan sosialisasi secara rutin tentang narkoba dan bahayanya bagi diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara dan sejauh mana perkembangannya di daerah Madura. 
f.  Memperkuat mentalitas keluarga. Sebab, penyebab utama penyalahgunaan narkoba kerap berpulang dari persoalan keluarga. Banyak anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba adalah anak yang tidak mendapat kasih sayang keluarga, sehingga mereka mencari kepuasan lain dengan lingkungan yang berbeda. Kiranya, dengan memperkuat mentalitas anak dalam keluarga, menjadi bekal yang kokoh untuk anak terjun ke lingkungan yang lain.
Terlepas dari itu semua, mendekatkan diri dengan Tuhan adalah benteng utama menghadapi dinamika kehidupan yang semakin beraneka ragam ini. Pendidikan moral dan agama adalah bekal utama yang harus diberikan sejak dini kepada anak. Persoalan kehidupan duniawi yang kian menantang ini memang seharusnya dibentengi dengan ilmu agama yang kuat, yang ditanamkan sejak dini pada anak-anak kita, generasi penerus bangsa. Masih banyak harapan membangun Madura yang kental dengan nuansa religiusitasnya ini. Mengapa tidak jika masyarakat Madura benar-benar menyatakan perang pada narkoba.

Budaya mencontek dikalangan pelajar


Mencontek! Mendengar kata tersebut tentu bukan hal asing lagi di telinga kita karena tak dapat dipungkiri bahwa mencontek adalah hal yang sangat dibutuhkan di kalangan pelajar,bahkan telah menjadi kebutuhan pokok bagi pelajar itu sendiri. Suprapto S.Pd, seorang guru Takeran - Magetan mengatakan bahwa mencontek adalah virus yang berbahaya dibandingkan HIV AIDS sekalipun. Tetapi tidak semua pelajar melakukan hal ini, hanya beberapa saja yang benar-benar serius belajar yang tetap pada pendiriannya. dimana selayaknya tugas dari seorang pelajar . 

Mencontek merupakan aktivitas yang dapat mengganggu psikologis pelajar. Pelajar menjadi malas belajar dan sulit berkonsentrasi karena dalam pikirannya yang ada hanyalah mencontek. Dalam berbagai macam keadaan, pelajar dapat nekad melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan nilai yang baik dengan mudah yaitu dengan mencontek ini.
Timbulnya upaya untuk mencontek ini disebabkan berbagai macam aspek diantaranya: Pertama, kurangnya perhatian dari orang tua saat dirumah, sehingga anak-anak dapat meremehkan pelajaran dengan menonton tv atau melakukan aktivitas yang seharusnya tidak dilakukan pada waktu yang semestinya dipergunakan untuk belajar. Kedua, malasnya belajar. Ketiga, lupa. Keempat, kurang yakin dengan jawabannya sendiri karena merasa ada yang lebih pintar darinya. Kelima, ingin mendapatkan nilai yang bagus dengan mudah,dan yang terakhir adalah kurangnya pengawasan dari guru.
 Pelajar dapat mencontek karena guru kurang mengawasi muridnya dengan benar. Pengawasan yang ketat bukan berarti menakut-nakuti murid melainkan menjadikan murid lebih disiplin dan mendapatkan nilai yang memuaskan, dalam arti mendapatkan hasil dari jerih payahnya sendiri.
Fakta lain seorang pelajar menjadi suka mencontek disebabkan karena kurang merasa nyaman dengan sistem pengajaran yang diajarkan oleh gurunya atau pun tidak suka dengan pelajaran tertentu, sehingga membuat mereka bosan dan mencari-cari cara agar bisa keluar dari kelas dengan beralasan “permisi mau ke tilet bu!”, padahal mereka hanya ingin terbebas dari pelajaran yang tidak disukainya saja. Akhirnya mereka tidak mengikuti pelajaran yang diajarkan. Penyebab  mereka malas belajar dan mengambil cara pintas untuk mendapatkan nilai yang memuaskan dengan instan dan tidak peduli dengan apa yang sudah diajarkan oleh gurunya. Disini seorang guru harus memiliki inisiatif agar muridnya merasa nyaman dengan pelajaran yang disampaikan dan menyukainya.
Benar-benar memprihatinkan, apalagi bagi seorang pelajar yang masih dipenuhi dengan kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi ujian harus diselimuti rasa yang tidak karuan yaitu kebimbangan tidak diberi contekan atau memberi contekan.  Tidak belajar dan tidak diberi contekan adalah musibah bagi pelajar yang mereka takut akan mendapatkan nilai yang jelek. Sedangkan jika salah satunya tidak memberi contekan maka akan dikucilkan dan dianggap tidak setia kawan bahkan bakhil menurut mereka.
 Sungguh miris ,jika memang para pelajar mempunyai pola pikir demikian. Karena hal itu hanya dapat menimbulkan konflik diantara mereka. Para pelajar akan saling becerai-berai hanya karena satu masalah yaitu mencontek.
Kini bukan hanya pelajar tetapi guru pun juga ikut serta memberi contekan kepada siswanya agar mendapatkan nilai yang sempurna. Hal ini terbukti dari adanya oknum yang memang berasal dari orang dalam maupun orang luar sekolah yang memberikan jawaban untuk Ujian Nasional  (UNAS). Orang dalam yang dimaksud adalah guru dari pihak sekolah, dan orang luar adalah para pejabat daerah seperti Gubernur ataupun Bupati dari masing-masing daerah yang menginginkan masyarakatnya mendapatkan nilai yang sempurna dan daerahnya menjadi sorotan daerah lain bahwa mereka hebat. Sebuah rahasia umum yang dianggap biasa, sungguh memprihatinkan.
UNAS dijadikan sebagai penentu akhir dari kelulusan siswa, hal ini yang dapat menyebabkan ketakutan luar biasa dari siswa sehingga mereka dapat mengalami gangguan psikologis. Seperti terjadinya bunuh diri yang diakibatkan tidak lulusnya siswa karna UNAS, atau malunya seorang siswa kepada temannya karna tidak lulus yang mengakibatkan gangguan mental (gila).
Inilah sesuatu yang dapat menghancurkan bangsa, ketika kejujuran sudah tidak dianggap penting demi mendapatkan suatu kesuksesan yang bersifat sementara dan mendapatkan kegagalan yang abadi. Negara akan mendapatkan penerus-penerus bangsa yang bermental dan menjatuhkan negara sendiri, bahkan menambah jumlah kematian yang tidak wajar karna bunuh diri tsb.
Proses seperti ini dapat pula memupuskan harapan anak bangsa yang benar-benar giat belajar. Bahkan, demi mendapatkan nilai yang maksimal mereka rela membayar guru private dan mengikuti program bimbel di tempat- tempat mahal dan merogoh kocek jutaan rupiah demi kelulusannya menjadi kecewa hanya karna diberinya bantuan jawaban dari pihak sekolah. Lebih mirisnya lagi dari tempat bimbelnya pun juga menyediakan hasil jawaban yang siap dibagikan kepada peserta ujian yang mengikuti bimbel di tempatnya.
Bagaimana bangsa ini ingin maju jika anak didik yang benar-benar ingin belajar harus dikecewakan dengan keadaan seperti ini. Akan tetapi, hal ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada orang-orang yang memberikan contekan/jawaban tadi melainkan, pemerintah juga ikut andil dalam hal ini,ini terjadi karena standart Nasional yang ditentukan oleh pemerintah terlalu tinggi dan kemampuan pelajarnya tidak Relevan dengan keadaan sebenarnya, sehingga mengakibatkan kecurangan dalam pelaksanaannya. Pengaruh mencontek ini sangat besar,dan dapat merugikan diri sendiri, sekolah, orang tua, masyarakat bahkan negara.
 Untuk menghilangkan budaya mencontek ini guru harus memberikan bimbingan kepada muridnya agar  mencontek tidak menjadi kebutuhan pokok bagi semua pelajar.
Yang pertama, dimulai dari kesadaran diri sendiri. Seorang pelajar harus belajar dengan giat sesuai dengan kewajibannya dan mendapatkan hak nilai yang memuaskan. Jika  nilai yang didapat rendah atau tidak sesuai dengan keinginan, maka pelajar akan memotivasi dirinya sendiri dengan berfikir positif “saya mendapat nilai rendah mungkin karena saya kurang belajar”. Dengan demikian para pelajar akan lebih giat lagi dalam belajar. Tidak hanya itu,tetapi para pelajar juga harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi bahwa sesungguhnya mereka mampu melewati ujian tanpa mencontek.
Kedua, Sekolah memberikan peraturan kepada gurunya agar mengawasi anak didiknya dengan ketat dan benar. Hal ini dilakukan bukan untuk menakut-nakuti siswa melainkan menjadikan siswa agar giat belajar untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Selain itu seorang guru harus memberikan kenyamanan pada siswanya saat memberikan materi dan menjadikan siswa dapat menyukai apa yang telah disampaikan, serta membudayakan sifat jujur dalam berbagai sesuatu seperti kejujuran saat Ujian dsb.
Ketiga, Orang tua juga berperan dalam menentukan kualitas belajar anaknya, dengan cara ikut mengawasi dan membimbing anaknya ketika belajar sesuai dengan porsinya. Dalam arti tidak memaksakan sepenuhnya seorang anak harus terus belajar setiap waktu, melainkan memberi waktu-waktu tertentu bagi sang anak agar dapat belajar dengan maksimal. Hal ini harus dimulai dari kecil sehingga nantinya menjadi kebiasaan saat dewasa kelak.
Keempat, Pemerintah tidak hanya memberikan standar kelulusan yang tinggi begitu saja, melainkan juga melihat kemampuan pelajar secara umum. Sebaiknya, UNAS tidak dijadikan penentu satu-satunya standar kelulusan, tetapi nilai rapor dan akhlak siswa dari sekolah juga dijadikan nilai penentu kelulusan agar pelajar tidak diselimuti rasa ketakutan yang tinggi tentang adanya yang tidak lulus. Memberikan sanksi atau hukuman yang layak bagi oknum-oknum yang berlaku curang atau tidak jujur.
Kelima, Berdo’a dan meminta pertolongan kepada Allah. Semua sesuatu yang dilakukan di dalam hidup ini tidak akan berjalan sempurna tanpa bantuan dari Allah sang Pencipta kita semua. Jadi,jika kerja keras atau usaha di imbangi dengan do’a Insyallah segalanya berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Amin
Citra pendidik kita yang telah jatuh dapat bangkit lagi jika kita semua dapat berkomitmen bahwa kejujuran adalah kunci utama dalam kesuksesan. Kejujuran bukan hanya dimiliki seorang pendidik saja melainkan juga harus dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan ini kita akan merasakan bahwa dengan menjalani hidup takkan ada beban yang dipikul. Selain itu kesepakatan bersama dari semua pihak tentang kejujuran dapat menjadikan bangsa ini memiliki penerus-penerus yang berkualitas tinggi. Cukup dengan satu kata dalam pendirian hati yaitu JUJUR, insyallah Allah meridhoi apa yang kita lakukan.

Recent Comments

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons