Selasa, 20 Maret 2012

Madura Dalam Incaran Narkoba


Kebanyakan muda-muda
belasan tahun dan
dua puluh tahunan itu mayat.
Mayat-mayat anak bangsa yang dicengkeram madat.
Mayat-mayat yang berdiri bergoyang dari saat ke saat
Mereka masih hidup tapi sudah mayat.
Di cengkeram madat
Heroin, kokain, sabu, ekstasi
Marijuana cair, serbuk dan padat.
Yang disebarkan oleh Bandar-bandar amat keparat
yang dimodali cukong-cukong betapa laknat
Yang dibekingi orang-orang bersenjata dan berpangkat.
….
Taufik Ismail, 2003 


Beberapa bait puisi karya Taufik Ismail berjudul “Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang dari Saat ke Saat” ini telah menjadi gambaran betapa kini pemuda bangsa tengah  menghadapi ujian besar yakni perang terhadap penyalahgunaan narkoba. Ironis memang, negara penganut adat ketimuran dan mayoritas Islam ini harus menggadaikan moralitas bangsa demi barang haram dan laknat tersebut.  
Pemandangan yang tidak lagi asing bagi kita. Berbagai media massa di tanah air, hampir setiap hari, setiap jam,  penonton dan pembaca surat kabar  disuguhkan kabar tentang penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba kini merambah pada semua lapisan masyarakat. Ini tidak hanya terjadi sesekali di satu tempat saja, tetapi beberapa kali dan pada banyak tempat dengan berbagai macam kasus.
Kita semestinya merasa prihatin, mengingat : a) kejadian dan jumlah kasus yang terus meningkat dari hari ke hari. Kasusnya seperti gunung es yang mencuat di atas permukaan laut. Sedang bagian terbesar  di bawahnya tidak tampak. Ada kemungkinan, jika yang terdata satu kasus, maka yang terjadi sebenarnya adalah sepuluh kasus, b) Tingginya angka kekambuhan dan angka kematian akibat bahaya penyakit menular hepatitis B dan C serta HIV/AIDS baik yang dilakukan lewat kegiatan seks bebas setelah menggunakan narkoba maupun lewat penyalahgunaan narkoba lewat jarum suntik, dan c) Besarnya kerugian sosial-ekonomi yang harus ditanggung. Pecandu atau pun pengedar berusaha mencari narkoba yang dibutuhkan dengan cara apapun misalnya berbohong, menjual barang-barang milik pribadi ataupun keluarga, merampok dsb. Belum lagi biaya perawatan yang yang harus ditanggung keluarga. Negara pun ikut mengeluarkan biaya besar untuk menanggulangi masalah itu serta menyediakan sarana dan prasarananya (Martono dan Joewana, 2006:2).
Betapa miris, pada beberapa bulan yang lalu secara bertubi-tubi kecelakaan transportasi terjadi di berbagai daerah. Betapa mengejutkan alasan terjadinya kecelakaan disebabkan pengemudi dalam pengaruh narkoba. Puluhan nyawa akhirnya melayang sia-sia.
Artis dan selebriti pun dikabarkan banyak sebagai pelakunya. Bahkan artis yang mendunia, Whitney Houston harus meregang nyawa karena narkoba. Lebih mengejutkan lagi dunia kedirgantaraan Indonesia tengah dicoreng-moreng kelakuan beberapa pilot yang dinyatakan positif sebagai pengguna narkoba. Salah satu transportasi yang semakin digandrungi masyarakat sebab efisien waktu ini, kini mengundang ketakutan publik sebagai penggunanya. Polisi sebagai Abdi Masyarakat pun  ikut dalam lingkaran setan ini. Tidak jarang diberitakan beberapa anggota Polri terjerat sanksi karena positif sebagai pengguna narkoba. PNS, pelajar, pemain sepak bola, perangkat-perangkat desa, dan masyarakat awam pun, beberapa dari  mereka kini tengah dalam jeratan narkoba.
Lebih ironis lagi, tidak hanya di kota-kota besar, kota kecil bahkan desa terpencil pun kini tidak luput dari sasaran peredaran narkoba. Tidak hanya kota dengan sebutan metropolitan, bahkan kota yang lekat dengan sebutan kota santri pun, seperti Madura - Jawa Timur kini angka kasusnya semakin tinggi.
Kondisi Madura dengan jembatan Suramadu yang membentang antara Surabaya dan Madura selain memberikan perbaikan perekonomian rakyat Madura, ternyata memberi peluang besar  pula pada mobilitas peredaran narkoba. Kota dengan banyak pondok pesantren dan kiai ini, ditengarai sebagai pasar alternatif pemasaran narkoba. Indikasi ini cukup kuat sebab semakin banyak pengguna, pengedar di Madura yang semakin banyak dan menjangkiti semua kalangan masyarakat.  Kasusnya kini mulai melibatkan oknum pelajar dan kepala desa. Misalnya, oknum Kades di Kabupaten Pamekasan, tersangkut hukum karena menyimpan narkoba jenis sabu-sabu di rumahnya (Suluh, 2011:40).  
Belum lama ini, Polres Bangkalan menangkap pemuda yang masih berusia 20-21 di daerahnya karena menjadi kurir narkoba dengan barang bukti sabu-sabu. Pada 9 Maret 2012 yang lalu polisi telah menangkap bandar narkoba di daerah burneh yang diindikasi menjadi daerah sasaran penyebaran sabu-sabu. Polisi Bangkalan pun telah menangkap para sopir truk yang tengah asyik mengonsumsi sabu-sabu di tempat kosnya di desa Socah. Di luar pelajar, pemuda, dan oknum Kades, oknum PNS pun ditengarai terlibat narkoba. Oknum di salah satu instansi vertikal ini juga diduga kuat mengedarkan narkoba di Madura. Oknum polisi yang harusnya memberantas peredaran narkoba, malah menjadi pemakainya. Pada tanggal 9 Maret 2012 ini Polres Bangkalan melakukan sidang disiplin pada kelima anggotanya yang dinyatakan positif memakai narkoba (Radar Madura, 10 Maret 2012).  
Di Sumenep, peredaran narkoba cukup tinggi. Pengguna yang tertangkap polisi di tahun 2011 mencapai 36. Jika dibuat rata-rata, setiap satu bulan terdapat 4 pengguna yang meringkuk di rutan. Angka tersebut tercatat  teringgi di Madura. Dari 444 kabupaten di Indonesia, Sumenep rangking 15, dari segi penggunanya (Suluh, 2011:40). 
Dibanding tiga kabupaten di Madura, Pamekasan tergolong lebih rawan. Sebab, Lapas narkotika berada di kota Gerbang Salam tersebut. Di sinilah nampaknya konspirasi peredaran narkoba terselubung berlangsung dengan rapi dari balik jeruji. Terlebih lagi, pelaku eks penjara bukan malah sembuh setelah keluar dari penjara, tetapi malah kambuh bahkan menjadi semakin menggila.
Hal ini tidak hanya memberikan kerugian kepada para pemakainya. Masyarakat juga merasakan dampaknya. Meningkatnya kasus narkoba meningkatkan pula angka kasus kejahatan baik pencurian, pemerkosaan, perampokan dsb di pulau garam ini. Tidak sedikit kejahatan yang terjadi di beberapa daerah di Madura adalah akibat mengonsumsi narkoba. Pencuri sepeda motor, yang marak terjadi di Madura, kebanyakan pelakunya mengaku berani melakukan karena mengonsumsi narkoba sebelum melakukan aksinya, maling yang menyatroni rumah incarannya dan berhasil menggasak harta pemiliknya adalah akibat mengonsumsi narkoba. Pelajar bersama teman-temannya memerkosa teman gadisnya akibat berpesta narkoba, dan berbagai kasus kejahatan yang terjadi karena narkoba. Sungguh ironis!   
Beberapa faktor penyebab seorang rawan terhadap kecanduan narkoba diantaranya: keyakinan adiktif, yang mendorong perasaan bahwa seseorang merasa tidak mampu  meyakinkan perasaan, kepribadian, dan perilakunya sehari-hari.  Kepribadian adiktif , memiliki ciri terobsesi pada diri sendiri, kurangnya jati diri, tidak mampu mengendalikan kemarahan, depresi, senang berkhayal dsb. Ketidakmampuan menghadapi masalah,terkadang seseorang lebih suka mencari penyelesaian masalah saat itu juga, yang dapat langsung memuaskan keinginan. Tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, sosial dan spiritual, keyakinan-keyakinan salah dan keliru, timbul cemas, kesepian, depresi, yang memicu mencari kepuasan, pelampiasan, dan rasa nyaman hanya dengan mengonsums narkoba. Kurangnya dukungan sosial. Tanpa dukungan dari keluarga, masyarakat, sekolah, menyebabkan orang mencari penyelesaian pada narkoba atau pengubah suasana hati lain (Martono dan Joewana, 2006:2).
Berbicara masalah narkoba di Madura adalah masalah yang semakin pelik saja. Keluar masuknya warga,  baik dari dan keluar Madura dengan mudah membawa pergaulan berbasis narkoba adalah penyebabnya. Hal diperparah lagi karena tidak diimbangi dengan pemahaman  masyarakat Madura terhadap jenis narkoba dan bahayanya. Masyarakat Madura yang sengaja atau kebetulan pulang dari perantauan yang dianggap telah sukses, dengan mudah memberikan pengenalan  macam dan cara penggunaan narkoba kepada para pemuda walaupun pada awalnya dengan cuma-cuma. Tawaran memang bermula dari merokok, ganja dan minuman keras. Jarang orang langsung menawarkan ekstasi, sabu, atau heroin pada pemakai pemula. Ditambah keingintahuan dan keinginannya untuk mencoba, remaja enggan menolak dan mau menerima tawaran itu. Apalagi gratis.
Jaringan narkoba pun mulai menguat baik dari kalangan pelajar, pemuda, oknum kades bahkan PNS. Tidak tegaknya kontrol dari pihak terkait memicu peredaran narkoba semakin menjadi, bahkan ada dugaan jaringan narkoba kini melibatkan oknum penegak hukum yang ujung-ujungnya berakhir di uang.Hukuman yang diberikan pun dirasa belum memberikan efek jera.  Hal ini dibuktikan dengan hanya dijeratnya para pengedar kecil dan pemakai saja oleh polisi. Sedangkan bandar mana ada yang tertangkap. Vonis yang diberikan pun relatif  ringan, sehingga kurang memberikan efek jera. Seperti vonis oknum polisi cs Bangkalan yang hanya diganjar 18 bulan dan rehabilitasi, sementara di Pamekasan, pemuda divonis 4 tahun penjara dengan kasus yang sama (Mulyadi, 2012:4).   
Meski demikian kenyataannya, seluruh elemen masyarakat Madura hendaknya merasa optimis kejahatan narkoba ini bisa ditanggulangi. Semua lapisan masyarakat  harus mempunyai keinginan besar dengan melakukan:  
a.  Pencegahan dengan cara tidak mencoba-coba menggunakan narkoba. Memang, bukan suatu hal  yang mudah hanya dengan mengatakan “tidak” pada narkoba. Keterampilan menolak tawaran narkoba harus diajarkan sejak dini. Berikan keterampilan khusus menolak tawaran pada narkoba, karena menolak tawaran dan berkata tidak pada narkoba tentu saja tidak semudah yang dikatakan dalam slogan.
b.  Senantiasa meningkatkan kewaspadaan mengingat penawaran bisa terjadi di mana saja, bisa di kantin, kantor, di jalan, rumah teman, mall, dan tempat lain yang ada kalanya sudah akrab dengan kita. Orang yang menawarkan narkoba belum tentu tampak mencurigakan, dengan seorang pecandu yang berbadan kurus dan kumal, jarang mandi, dan berbicara kotor, atau pengedar dan bandar yang bertampang jahat. Terkadang mereka adalah teman sendiri, mungkin juga sekantor, atau atasan dan bawahan, dengan pakaian biasa, normal, bahkan tergolong orang ‘baik-baik’ dan bahkan tampan juga cantik.
c. Kiranya segera melakukan rehabilitasi bagi masyarakat yang telah terjangkiti narkoba,. Undang-undang telah menyebutkan bahwa penyalah guna narkoba wajib mengikuti rehabilitasi. Diharapkan dengan mengikuti rehabilitasi, angka korban penyalahgunaan narkoba bisa berkurang. Rehabilitasi bisa dilakukan di rumah sakit, pondok pesantren dan juga panti rehabilitasi yang telah ditunjuk pemerintah. Dengan adanya rehabilitasi tersebut, dari tahun ke tahun pengguna di Jawa Timur mengalami penurunan. Pada tahun 2010 ada sebanyak 1.400-an, dan di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 700-an. Rehabilitasi rata-rata berlangsung satu tahun ( MImbar, Maret 2012).
d. Penegakan hukum secara adil bagi siapa pun yang melakukan hal penyalahgunaan narkoba oleh  penegak hukum, Pemberian hukuman yang seberat-beratnya adalah harapan kita supaya ada efek jera yang dirasakan pelaku. Pun juga tidak ada tebang pilih dalam usaha penegakan hukum. Yang bersalah siapa pun dia, wajib menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
e.  Bagi pemerintah, kiranya dapat memberikan sosialisasi secara rutin tentang narkoba dan bahayanya bagi diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara dan sejauh mana perkembangannya di daerah Madura. 
f.  Memperkuat mentalitas keluarga. Sebab, penyebab utama penyalahgunaan narkoba kerap berpulang dari persoalan keluarga. Banyak anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba adalah anak yang tidak mendapat kasih sayang keluarga, sehingga mereka mencari kepuasan lain dengan lingkungan yang berbeda. Kiranya, dengan memperkuat mentalitas anak dalam keluarga, menjadi bekal yang kokoh untuk anak terjun ke lingkungan yang lain.
Terlepas dari itu semua, mendekatkan diri dengan Tuhan adalah benteng utama menghadapi dinamika kehidupan yang semakin beraneka ragam ini. Pendidikan moral dan agama adalah bekal utama yang harus diberikan sejak dini kepada anak. Persoalan kehidupan duniawi yang kian menantang ini memang seharusnya dibentengi dengan ilmu agama yang kuat, yang ditanamkan sejak dini pada anak-anak kita, generasi penerus bangsa. Masih banyak harapan membangun Madura yang kental dengan nuansa religiusitasnya ini. Mengapa tidak jika masyarakat Madura benar-benar menyatakan perang pada narkoba.

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Comments

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons